Menaker: Angka Pengangguran SMK Menurun

Energi dan Kependudukan | Ketenagakerjaan | 2019-03-24
SHARE : |

Net-Media-Ekonomi.com - Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Hanif Dhakiri tidak memungkiri angka pengangguran dari lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) masih tinggi. Namun, kata dia, jumlahnya sudah menurun.

"Lulusan SMK memang mendominasi profil pengangguran kita, tapi kalau dilihat angkanya menurun dari tahun ke tahun," ujarnya saat ditemui di Talent Fest dan Bursa Kerja Nasional 2019 di JiExpo Kemayoran, Jakarta Pusat, Jumat, 22 Maret 2019.

Dia menambahkan, pemerintah terus mengurangi angka pengangguran dari kalangan SMK lewat sesuai intruksi Presiden (Inpres) Nomor 9 Tahun 2016 tentang Revitalisasi SMK. Inpres tersebut dikeluarkan pada 9 September 2016 di Jakarta dan ditujukan kepada 12 Menteri Kabinet Kerja, 34 Gubernur, dan Kepala Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP).

"Kalau dari Kemenaker kita upayakan memperkuat kerja sama dengan dunia usaha dan industri. Itu yang dikencangkan sekarang," tambah Hanif.

Masalah pengangguran menjadi topik dalam sesi debat Pilpres 2019. Cawapres nomor urut 02 Sandiaga Uno menilai, sangat ironis siswa-siswa SMK mendominasi angka pengangguran di Indonesia.

Berdasarkan data Badan Pusat Statisik (BPS), tingkat pengangguran dari lulusan SMK paling tinggi dibanding dengan lulusan dari jenjang pendidikan lainnya. Angka pengangguran dari lulusan SMK pada Agustus 2018 mencapai 11,24  persen, sedangkan pengangguran lulusan SMA 7,95 persen.

Direktur Center of Reform on Economics Mohammad Faisal menilai tidak terserapnya lulusan SMK lantaran masih terbatasnya lapangan kerja formal. Berdasarkan data BPS, tercipta sekitar sepuluh juta lapangan pekerjaan pada rentang 2015-2017. Namun, sebagian besar lapangan kerja informal yang menyerap lulusan SD-SMP.

"Itu salah satu penyebab kenapa angka pengangguran dari kalangan pendidikan SD-SMP menurun, sementara dari kalangan SMK dan sarjana meningkat," kata Faisal saat dihubungi Medcom.id.

Selain vokasi yang tengah didorong pemerintah, pemetaan jurusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yang sesuai industri yang ada di daerah bisa membantu menekan angka pengangguran.  Jawa Barat misalnya, terkenal dengan industri manufakturnya, maka SMK yang didirikan sebaiknya juga berorientasi manufaktur.

"Beda lagi dengan di Jawa Timur. Kalau di sana lebih berorientasi ke tekstil yang lebih sederhana. Misalnya sepatu," ujar dia.

Selain itu, industri pariwisata juga memiliki potensi yang tinggi, terutama di Indonesia bagian tengah dan timur.

"Misalnya di Bali, itu sektor pariwisatanya tumbuh dengan cepat. Maka bangunlah SMK-SMK yang bisa melatih SDM di sektor pariwisata," tambah Faisal. (ant)

- Tag : Pemerintah

- Penulis :

- Editor :

- Foto By : Google


  • Sebanyak 2.834 proyek investasi di Riau serap 28.806 tenaga kerja
  • UU Cipta Kerja Disahkan, Peneliti: Dampak Positif bagi Pertanian
  • Soal Omnibus Law UU Cipta Kerja, Ini Sisi Positifnya Menurut Pengamat
  • Omnibus Law RUU Cipta Kerja Dinilai Jadi Paradigma Baru Hadapi Pandemi
  • RUU Ciptaker Berpotensi Tingkatkan Investasi di Kawasan Timur Indonesia
  • Omnibus Law RUU Cipta Kerja Dinilai Jadi Paradigma Baru Hadapi Pandemi
  • Mantan Menkeu Sebut Omnibus Law Jadi Kunci Tarik Investasi
  • RUU Cipta Kerja Dinilai Pro Investasi
  • Omnibus Law Ciptaker Picu Pemerataan Indonesia Timur
  • Menko Luhut: Kedatangan 500 Pekerja Asing Akan Ciptakan 5.000 Tenaga Ahli Baru
  • Pengamat Sebut RUU Cipta Kerja Bisa Tekan Angka Pengangguran
  • Pakar Ekonomi: Omnibus Law Kunci Tarik Investasi dan Buka Lapangan Kerja
  • Sepanjang 2020, BUMN Sudah Serap 178 Tenaga Kerja Difabel
  • Akademisi UIN: RUU Ciptaker Tingkatkan Investasi Syariah
  • Pengamat USU: RUU Cipta Kerja Bisa Tingkatkan Investasi dan Lapangan Kerja
  • RUU Cipta Kerja Dibutuhkan untuk Tekan Angka Pengangguran
  • Omnibus Law Ciptakan Peluang bagi Pekerja
  • Pengamat Ini Sebut Elit Buruh yang Tolak RUU Cipta Kerja Harusnya Pikirkan Juga Nasib Pengangguran
  • Kadin: Vokasi Penting untuk Dongkrak Produktivitas Tenaga Kerja Indonesia
  • BPS: Upah Buruh Tani Naik jadi Rp 55.503 per Hari di Juni 2020